Tiga tipe merpati
Dari sekian jumlah spesies yang ada, merpati dibedakan atas tiga tipe, yaitu bangsa merpati yang diambil keindahannya untuk pameran (fancy breed), bangsa yang dinilai ketangkasannya (performing breed), dan bangsa yang diambil kegunaan sebagai penghasil daging (utility breed).
Tipe performing breed seperti Homer memiliki kecepatan dan ketahanan terbang, Birmingham Roller memiliki kemampuan terbang sambil berputar-putar (rolling), Panlor Tumbler memiliki kemampuan jungkir balik di atas lantai dan berakrobat atau manuver di udara.
Merpati termasuk ke dalam Kingdom Animalia, kelas unggas (aves), dan hewan bertulang belakang (vetebrata), dan spesies Columbia livia yang berdarah panas dan suhu tubuhnya ±41 derajat C atau lebih tinggi dari manusia dan mamalia lainnya. Karakteristik yang dimilikinya antara lain dapat hidup di seluruh wilayah dunia kecuali di Antartika, dan mempunyai sifat damai serta hampir tidak ada peck order dan kanibalisme, walaupun ditempatkan dalam satu kandang.
Merpati mudah menyesuaikan diri (adaptif) dengan lingkungan, memilih pasangan sendiri, bersifat monogami, dan mempunyai sifat sense of location dalam waktu yang lama dan dalam jarak jauh.
Bobot hidup dewasa merpati penghasil daging (Blakely dan Bade, 1998) dapat dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu :
1. Berat (700-900 g), seperti : American Swiss Mondane, White King, Silver King, Auto Sexing Texas Pionner, Auto Sexing King
2. Medium (600-700 g), seperti : Red atau White Chernau, American Giant Homer.
3. Ringan (400-700g) : seperti : Hungarian (biru, putih atau merah, Squabing Homer (Homer pekerja)
2. Medium (600-700 g), seperti : Red atau White Chernau, American Giant Homer.
3. Ringan (400-700g) : seperti : Hungarian (biru, putih atau merah, Squabing Homer (Homer pekerja)
Salah satu ciri yang membedakan antara merpati dengan unggas lainnya adalah merpati menghasilkan crop milk atau susu tembolok (pigeon milk), yaitu cairan berwarna krem menyerupai susu yang dikeluarkan dari tembolok induk jantan maupun betina. Crop pigeon milk yang diproduksi oleh tembolok induk menyerupai keju dan cair, diproduksi sebelum menetas.
Cairan ini diberikan induk kepada anak-anaknya (squabs) dengan cara meloloh dan memompa ke dalam mulut anaknya. Kandungan zat nutrien susu tembolok (pigeon milk) pada merpati (Suprapti, 2003), antara lain : Air (64,30 – 76,75%), Protein (13,17 – 18,80%), Karbohidrat (13,00 – 14,50%), Lemak (7,95 – 12,70%), Abu (1,52 – 1,60%).
Merpati jantan mencapai dewasa kelamin pada umur 4 bulan dan betina umur 6 bulan. Burung merpati bertelur 1-3 butir setiap periode bertelur (clutch), dengan warna telur putih dan berbentuk ellips, tetapi ujungnya meruncing pada bagian yang berlawanan dengan rongga udara, dengan ukuran telur bervariasi tergantung jenis merpatinya.
Di alam bebas, merpati hanya bertelur 2-3 kali/tahun. Merpati yang dipelihara untuk tujuan komersial, umumnya bertelur rata-rata setiap 26-40 hari tergantung pada musim dan faktor lainnya. Pengeraman telurnya dilakukan oleh kedua pasangannya, baik jantan maupun betina, tetapi yang lebih banyak melakukan pengeraman adalah sang betina, sementara sang jantan menggantikannya pada pagi sampai siang hari saja. Levi (1945) menggolongkan merpati menurut umurnya, yaitu:
1. Squabs, anakan merpati dari umur satu sampai tiga puluh hari. Squabs atau piyik adalah merpati muda yang siap dipasarkan pada umur sekitar 28-30 hari, dan pada umur tersebut piyik mendapatkan makanan yang dihasilkan dari tembolok induknya (susu temblok), baik jantan maupun betina. Makanan yang berasal dari tembolok induk mempunyai kandungan protein sampai 35%, dua kali lipat atau lebih tinggi dibanding kandungan protein pada pakan unggas yang lainnya.
2. Squaker, merpati umur dari 30 hari sampai 6-7 bulan.
3. Youngster merpati yang sudah berumur di atas 7 bulan sampai siap kawin. Jantan atau betina muda kawin pada tahun pertama produksi.
4. Yearling hen yaitu merpati yang sudah berproduksi pada tahun kedua, baik jantan dan betina sampai umur di culling.
2. Squaker, merpati umur dari 30 hari sampai 6-7 bulan.
3. Youngster merpati yang sudah berumur di atas 7 bulan sampai siap kawin. Jantan atau betina muda kawin pada tahun pertama produksi.
4. Yearling hen yaitu merpati yang sudah berproduksi pada tahun kedua, baik jantan dan betina sampai umur di culling.
Pada pemeliharaan burung merpati identifikasi jenis kelamin (sexing) dapat dilakukan setelah anak merpati berumur 23-24 hari, dengan melihat bentuk kloakanya. Selain itu, identifikasi jenis kelamin dapat juga dilihat melalui permukaan kepala, tulang kaki dan leher. Pada merpati jantan permukaan kepalanya kasar dan terlihat lebih maskulin, tulang kakinya kuat dan lehernnya besar, sedangkan pada burung merpati betina permukaan kepalanya rata dan terlihat halus, tulang kakinya lebih ramping dan lehernya lebih kecil (Levi, 1945). Komposisi kimia daging squabs menurut Bokhari (2001), yaitu : Air (72,80%), Energi (142 kal), Protein (17,50%), Lemak (7,50%), Serat (0%), Abu (1,20%), Fe (2,53 mg), Lisina (1,91g).
Pakan merpati
Kebutuhan nutrien untuk merpati hampir sama dengan jenis unggas lainnya. Satu pengecualian utama adalah burung merpati dewasa membutuhkan grit untuk membantu menggiling dan mencerna biji-bijian yang dikonsumsinya. Pakan merpati terdiri atas unsur-unsur ransum campuran antara biji-bijian, mineral, grit dan air minum atau dalam bentuk pellet. Formula grit yang baik untuk merpati terdiri atas 40% kulit kerang, yang digiling kasar, 35% kapur atau grit granit, 10% arang kayu keras, 5% tulang yang digiling, 5% kapur dan 4% garam yodium.
Kebutuhan nutrien untuk merpati hampir sama dengan jenis unggas lainnya. Satu pengecualian utama adalah burung merpati dewasa membutuhkan grit untuk membantu menggiling dan mencerna biji-bijian yang dikonsumsinya. Pakan merpati terdiri atas unsur-unsur ransum campuran antara biji-bijian, mineral, grit dan air minum atau dalam bentuk pellet. Formula grit yang baik untuk merpati terdiri atas 40% kulit kerang, yang digiling kasar, 35% kapur atau grit granit, 10% arang kayu keras, 5% tulang yang digiling, 5% kapur dan 4% garam yodium.
Komposisi pakan yang terdiri atas biji-bijian disarankan adalah 35% jagung, 22,7% kacang kapri, 19,8% gandum dan 18% milo dengan kadar protein minimum 14%. Pemberian pakan pada merpati cukup mudah karena merpati menyukai jagung, kedelai, kacang tanah dan gandum. Komposisi pakan yang baik untuk merpati ini terdiri atas protein kasar 13,5%, karbohidrat 65,0%, serat kasar 3,5% dan lemak 3,0%. Selain itu, merpati juga membutuhkan mineral dan vitamin.
Menurut Drevjany (2001) dalam Suprapti (2003), pada musim panas merpati membutuhkan jagung 25% dan pellet 75%, sedangkan musim dingin jagung dapat diberikan sebanyak 50% dan pellet 50%. Pakan merpati sebaiknya mengandung protein kasar 16% dari total rasio pakan. Merpati mengonsumsi biji-bijian sekitar 100-150g ekor/pasang, dengan rataan konsumsi sebesar 130,25g/hari/pasang. Untuk jenis merpati Hing, sementara jenis Homer rataan konsumsi pakannya sekitar 111,64/g/hari/pasang.
Usaha Konservasi Dan Pelestarian
Banyak spesies dari merpati mempunyai nilai ekonomis dan menguntungkan bagi manusia. Beberapa spesies jumlahnya sudah menurun dan mengalami beberapa ancaman dari kepunahan. Sekitar 10 spesies sudah mengalami kepunahan sejak tahun 1600, dua di antaranya adalah merpati Dodo dan merpati penyampai pesan (messenger pigeon/dove).
Banyak spesies dari merpati mempunyai nilai ekonomis dan menguntungkan bagi manusia. Beberapa spesies jumlahnya sudah menurun dan mengalami beberapa ancaman dari kepunahan. Sekitar 10 spesies sudah mengalami kepunahan sejak tahun 1600, dua di antaranya adalah merpati Dodo dan merpati penyampai pesan (messenger pigeon/dove).
Jumlah populasi merpati terdahulu sangat sulit diestimasi, tetapi salah seorang ahli ornitologi bernama Alexander Wilson memperkirakan bahwa salah satu kelompok merpati yang dia observasi lebih dari 20.000 ribu ekor, sebelum dia meninggal pada tahun 1914. Beberapa spesies lainnya mengalami kepunahan dan hilang seperti di hutan dan habitat lainnya. Sekitar 59 spesies merpati sekarang terancam dari kepunahan, dan sekitar 19% dari semua spesies.
Beberapa upaya teknik konservasi yang dilakukan untuk mencegah ancaman dari kepunahan, antara lain diperlukan penegakan hukum yang tegas dan upaya regulasi untuk mengontrol kegiatan pemburuan, dan untuk melindungi wilayah dari penurunan habitat yang lebih jauh lagi. Selain itu perlu dilakukan re – introduksi populasi secara ex- situ dan trans – lokasi masing-masing individu ke habitatnya yang sesuai sehingga populasinya dapat meningkat dan kelestariannya terjaga dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Takut Bertanya dan Berbicara.,.,.,.,.,.,
Luapkankanlah semua isi pikiran & hati anda disini.,.,.,
salam persahabatan.,.,.,.,.!!!!!!!!!!!!